Bakal Calon Gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga
Salahudin Uno, melihat polemik yang sedang hangat di tengah masyarakat
Jakarta mengenai kepemimpinan dari ketua Rukun Tentangga (RT) dan ketua
Rukun Warga (RW) harus diselesaikan dengan komunikasi yang baik antara
Pemprov DKI Jakarta dengan warga.
Meski mendukung pemberian insentif kepada pengurus RT dan RW, namun
Uno menilai pengabdian yang selama ini dilakukan oleh Ketua RT dan RW di
Jakarta jangan hanya dinilai atau diukur dengan nilai rupiah semata dan
tetap melihat nilai-nilai luhur dari pengabdian satuan terkecil di
ibukota itu.
"Pemprov DKI Jakarta harus lebih bijaksana dalam membuat sebuah
peraturan, apabila Ketua RT dan RW memang kurang berkinerja baik, maka
yang harus diperbaiki adalah komunikasi antara Lurah dengan RT, RW,
serta LMK yang bekerja di satu kelurahan," ujar Sandiaga Uno, Minggu
(29/5) sore usai menyambangi dan silahturahmi dengan paguyuban pedagang
pasar di Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Menurutnya, selama ini banyak warga yang sudah ditunjuk oleh Ketua RT
dan RW oleh seluruh warganya bekerja dengan penuh keikhlasan untuk
melayani masyarakat dan tidak bisa dipecat begitu saja hanya karena
tuduhan iuran tidak resmi atau pun penyewaan lapak-lapak pedagang.
"Walau bagaimanapun, Ketua RT dan Ketua RW beserta pengurusnya
adalah mereka orang-orang yang dipercaya dan dipilih oleh warga di
lingkungannya masing-masing karena kapabilitasnya dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, jadi tidak bisa asal main pecat saja,"
tambah Sandiaga.
Meskipun Uno mengetahui apa yang ingin dicapai oleh Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah baik agar Ketua RT dan
RW juga aktif melaporkan persoalan ataupun pencapaian di lingkungannya
melalui aplikasi 'Qlue', namun hendaknya penyampaiannya dikemas dengan
baik.
"Tujuan benar namun penyampaian tidak baik belum tentu akan diterima
dengan baik oleh masyarakat, komunikasi yang baik harus diutamakan,
Pemprov DKI jangan melihat fungsi RT dan RW berbasis kinerja seperti
para PNS semata, namun harus ada pendekatan positif yang tidak
merendahkan jabatan RT dan RW itu sendiri," lanjutnya.
Bentuk pelaporan partisipatif yang dilakukan Ketua RT dan Ketua RW
seyogyanya bisa dikoordinasikan dengan Lurah dan pejabat terkait kepada
pengurus RT dan RW tanpa harus membuat kewajiban yang melekat dalam
peraturan.
"Ini bukan soal nominal dari insentif tersebut, tapi bagaimana Pemprov DKI Jakarta me-wongke-kan
pengurus RT dan RW, mereka juga menjabat posisi itu atas dasar
pengabdian, dan bukan karena dana operasional RT dan RW semata," jelas
Uno.
Ia melihat, untuk membangun kota Jakarta menjadi yang lebih baik dan
beradab, tidak harus selalu digerakkan dengan kekerasan dan tangan
besi, apalagi menyangkut pengurus RT dan RW yang merupakan jabatan
informal di tengah masyarakat serta hanya bisa diisi oleh mereka yang
dipercaya seluruh warga.
"Jangan dihilangkan aspek mereka sebagai pemimpin lingkungan terkecil
yang dihormati dan disegani oleh warga di lingkungannya, untuk
membangun Jakarta ini butuh pemahaman dan sumbangsih dari semua pihak,
namun selayaknya peran aktif tersebut tidak dengan cara yang menciderai
perasaan dari RT dan RW hanya dinilai karena faktor Rupiah semata,"
tutup Sandiaga Uno.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
Gubernur DKI Nomor 903 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Tugas dan
Fungsi RT dan RW di DKI yang merupakan kelanjutan dari peraturan
sebelumnya, yakni Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 168
Tahun 2014 tentang Pedoman RT dan RW.
Dalam SK terakhir tersebut, disebutkan Pengurus RT dan RW wajib
melaporkan 90 laporan setiap bulannya atau tiga laporan dalam satu hari
melalui aplikasi 'Qlue' agar bisa mencairkan dana operasional untuk
jabatan Ketua RT dan Ketua RW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar